April 26, 2007

Klipping Berita - Difabel Perlu Perda

Sumber: http://www.kompas.com/kompas-cetak/0603/25/jateng/33399.htm


Jawa Tengah


Sabtu, 25 Maret 2006

DIFABEL PERLU PERDA

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Solo saat ini sedang mengajukan hak inisiatif terhadap usulan rancangan peraturan daerah tentang difabel (penyandang cacat). Jika perda difabel jadi terwujud, akan menjadi perda difabel pertama di Indonesia.

Sebenarnya sudah ada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat dan PP Nomor 43 Tahun 1998. Namun implementasinya di daerah masih sulit dilaksanakan karena ketiadaan perda.

Menurut Purwanti, Koordinator Program Advokasi Lembaga Interaksi Solo, perda difabel tidak hanya akan bermanfaat bagi para difabel, tetapi juga warga "normal". Perda difabel tidak hanya mengurusi soal kecacatan, tetapi juga rehabilitasi dan kebutuhan kesamaan hak dan perlakuan kepada difabel, antara lain soal pendidikan, kesempatan kerja, dan aksesibilitas.

LSM yang bergerak di bidang terkait sudah mengusulkan rancangan perda ini pada tahun 2004. Namun baru pada tahun 2006 ini kembali dibahas intensif, setelah pada tahun 2005, gabungan LSM yang concern di bidang ini melakukan unjuk rasa di depan gedung DPRD. Tahun ini pun sebenarnya target pembahasan rancangan perda difabel ini molor.

Seharusnya tangal 3 Februari lalu sudah ada keputusan. Namun karena kalah prioritas dari MOU Sister City dan Raperda Lingkungan Hidup, maka baru sejak 21 Maret lalu kembali digelar sidang paripurna.

Bagaimana sebenarnya kondisi difabel di Kota Solo yang setelah kemerdekaan menjadi kota rehabilitasi?

Saat ini terdapat sekitar 2.000 orang difabel tinggal di Solo. Banyak di antara difabel yang tidak kembali ke daerah asalnya setelah menjalani rehabilitasi karena kerasan di Kota Solo yang nguwongke wong.

Sekitar 20 persen di antaranya menggantungkan hidup di jalan sebagai pengamen atau pengemis karena sulitnya mencari pekerjaan dengan status difabel.

"Sampai SMA saya selalu sekolah di tempat umum, tapi setelah lulus, cari-cari pekerjaan tidak dapat juga," kata Evi yang cacat kaki karena terkena polio.

"Dengan adanya perda diharapkan ada jaminan kesempatan kerja dan pendidikan," kata Koordinator Program Ekonomi Lembaga Interaksi Dwi Ariyani.

Menurut Koordinator Program Advokasi Interaksi Purwanti, sebenarnya dalam UU 4/1997 sudah ada aturan kesempatan kerja difabel melalui kuota satu persen. Namun penerapannya hingga kini masih jauh panggang dari api.

"Tidak heran, pilihan turun ke jalan menjadi cukup menjanjikan. Kalau mengamen bisa dapat puluhan ribu sehari. Bandingkan dia menganggur atau bekerja dengan upah sangat kecil," katanya.

Dengan adanya Perda Difabel, Kota Solo selain akan menjadi pionir juga dapat mengantisipasi ledakan jumlah difabel di Indonesia.

"Solo sebagai pusat rehabilitasi jangan sampai jadi gudang orang cacat. Di sisi lain, daerah lain perlu mencontoh untuk membuka pusat rehabilitasi," kata Purwanti. (Sri Rejeki)

No comments: